INI MASIH KONSEP (BELUM FINAL)
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas kehendaknya
saya dapat menyelesaikan makalah penelitian yang berjudul “Pura Pemayun Banjar
Adat Banjar Tegal Singaraja” ini dengan tepat waktu. Dan yang telah saya susun
sedemikian rupa.
Tidak
lupa saya ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak
Dewa Sucita, selaku dosen yang telah membimbing dan memberikan tugas kepada
saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu.
2. Bapak
Nyoman Gelgel, S.Pd, selaku pengempon Pura Pemayun yang telah banyak memberikan
informasi mengenai keadaan pura dan telah memberikan data-data yang saya
perlukan.
Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih
pada semua yang telah membaca makalah penelitian yang saya kerjakan. Saya menyadari
bahwa isi dari makalah penelitian yang saya buat belum sempurna, karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca akan saya terima dengan
senang hati, guna menyempurnakan tugas yang akan saya buat selanjutnya.
Singaraja,10 Desember 2012
Peneliti
Made Dewi Ariani
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
........................................................................... 1
1.1
Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah
..................................................................... 2
1.3
Tujuan
....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
2.1
Lokasi Penelitian
........................................................................ 3
2.2
Keadaan Penduduk Desa Adat Banjar Tegal .............................. 3
2.3
Mata Pencaharian
...................................................................... 4
2.4
Cikal Bakal Keberadaan Pura Pemayun di
Banjar Tegal ............ 4
Banjar Tegal Singaraja
............................................................... 5
2.6
Kelompok Pemujaan Pada Pura Pemayun ................................ 6
2.7
Pemaksan dan Pesaren
........................................................... 8
2.8
Awig-awig Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja .................. 10
2.9
Denah Pura Pemayun (terlampir) ............................................... 11
2.10
Metode Penelitian
................................................................. 11
BAB III PENUTUP
................................................................................ 12
3.1
Kesimpulan
.......................................................................... 12
3.2
Saran .................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pura Pemayun terletak di
tengah-tengah Banjar Tegal, di
sebelahnya terdapat pegunungan. Sebelah selatan adalah sisi kaja daerah pemukiman. Arah utama pura
menuju ke Timur, namun sebelas dari lima belas altar menghadap kaja. Tanah pura terdiri atas bagian
depan dan dalam. Gerbang pemisah memberi akses ke bagian pertama tempat suci,
dan gerbang yang tertutup ke bagian keduanya. Di bagian timur bagian depan, di
dalam tembok yang terpisah, terdapat dua bangunan kecil yang dipergunakan
sebagai dapur, dan paon jambangan,
tungku dimana penggorengan yang besar dipergunakan, di sudut barat daya bagian
depan juga berfungsi sebagai dapur. Para pria menyiapkan piring-piring daging
di bale pebatan.
Perlu dicatat adalah tempat persembahan
pada gerbang sampai bagian dalam ditujukan bagi Ratu Ngurah Demang dan Ratu
Ngurah Demung. Kedua tempat tersebut tidak berbeda baik bentuk maupun tempat
secara khusus dengan tempat penjaga gerbang yang dapat ditemukan dimana saja.
Bagaimanapun, yang dimaksud dengan Ratu Demang dan Ratu Demung tidak pernah ada
catatan tertulis tentangnya. Menurut Van Der Tuuk demang dan demung adalah
petugas dari penguasa yang diberikan wewenang untuk menahan para kriminal. Jika
berdasarkan atas definisi ini Ratu Demang dan Demung dapat dipercaya sebagai
pelayan, pengikut, dan kepercayaan dari dewa di pura, sebuah perbandingan yang
dapat dipergunakan sebagai contoh adalah dengan jero nyoman atau jero wayan
yang bisa dijumpai pada banyak pura di Tabanan dan dewa-dewa penulisan di Pura
Tegeh Koripan di Sukawana, dan banyak pura di bagian atas Bangli yang memiliki
tugas untuk menjadi dewa perantara Tuhan dan manusia.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Cikal Bakal Keberadaan Pura Pemayun di Banjar Tegal Singaraja!
2. Bagaimana
Cikal Bakal Keberadaan Keris Panji Sakti di Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja
Buleleng !
3. Siapa
saja kelompok Pemujaan pada Pura Pemayun ?
4. Apa
yang dimaksud dengan Pemaksan dan Pesaren ?
5. Apa
saja awig-awig pada Pura Pemayun tersebut !
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui cikal bakal keberadaan Pura Pemayun di Banjar Tegal
2. Untuk
mengetahui cikal bakal keberadaan Keris Panji Sakti di Pura Pemayun Banjar
Tegal Singaraja Buleleng
3. Untuk
mengetahui kelompok pemujaan pada Pura Pemayun
4. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Pemaksan dan Pesaren
5. Untuk
mengetahui awig-awig yang dibuat pada Pura Pemayun tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lokasi Penelitian
Peneliti memilih lokasi di Pura Pemayun di Banjar Tegal,
Kabupaten Buleleng. Terutama adalah karena banjar ini dianggap salah satu
banjar yang terpenting dalam wilayah desa, dan juga karena banjar ini terletak
menyendiri dan batas-batasnya tegas di sebelah barat daya kota. Di samping itu
karena Banjar Tegal merupakan tempat dimana peneliti dilahirkan.
2.2 Keadaan Penduduk Desa
Adat Banjar Tegal.
Setiap orang yang tinggal dalam
batas wilayan banjar dianggap sebagai anggota banjar. Batasan hanya meliputi
bangunan rumah, dan orang yang tinggal dalam pondokan di tengah ladang bebas
untuk menjadi anggota banjar atau tidak dan boleh memilih banjar mana yang akan
mereka ikuti. Wilayah banjar, dengan demikian, dibatasi pada desa perumahan.
Unit dasar sistem keuangan banjar adalah
orang yang telah menikah : terdapat nilai yang berbeda untuk janda,
duda, dan orang yang belum menikah.
Kewajiban anggota banjar dibagi
menjadi kewajiban banjar dan pelayanan desa. Pelayanan desa harus dilakukan
dengan kelompok pemujaan yang dibentuk oleh seluruh desa Buleleng, dan diajukan
untuk mengurus Pura Bale Agung, Pura Dalem dan Pura Laut (segara). Semua banjar
di desa Buleleng turut ambil bagian dalam pemujaan di ketiga pura ini.
Iuran dan kewajiban-kewajiban yang
harus dipenuhi untuk desa dibagi pada seluruh banjar oleh kelian desa. Banjar
memberikan kontribusi keuangan berdasarkan jumlah anggotanya; dan tugas
tertentu untuk suatu pekerjaan.
Pemimpin banjar adalah penyarikan
banjar yang juga disebut kelian banjar dalam fungsinya sebagai wakil dari
penguasa yang lebih tinggi. Pada beberapa banjar disebut sebagai kelian manca
jika dia merupakan anggota dari satu dari tiga kasta yang lebih tinggi.
Penyarikan banjar yang baru dipilih pada pertemuan banjar dipimpin oleh kepala
distrik.
Aktivitas penyarikan banjar
berkaitan dengan perawatan jalan dan gang desa, tanah kuburan, dan bangunan
kelompok banjar, bale banjar, dia juga mengawasi keuangan banjar, yang
diperoleh dari sewa tahunan kebun kelapa dan tanah alang-alang di dekatnya.
Tanah banjar disewakan pada penyewa tertinggi, yang kemudian mengusahakan panen
kelapa dan alang-alang, yang digunakan untuk atap. Pada masa awal, banjar
memberlakukan retribusi masuk yang juga diatur oleh penyarikan; saat ini
retribusi masuk tidak lagi diberlakukan. Kontribusi, juga tidak diketahui, dan
satu-satunya sumber dana lain untuk kekayaan banjar adalah dari bunga pinjaman,
dana yang diperoleh dari pungutan untuk keperluan lain, dan pendapatan dari
denda yang dikenakan pada anggota yang tidak memenuhi kewajiban. Untuk dapat
mengatur secara baik, penyarikan menyimpan daftar seluruh anggota banjar.
2.3 Mata Pencaharian
Di Banjar Adat Banjar Tegal mata
pencaharian penduduknya berbeda-beda yaitu : ada sebagai pedagang, pegawai,
pertukangan, petani dan lain sebagainya yang dapat menghasilkan dan untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya masing-masing.
2.4 Cikal Bakal Keberadaan Pura Pemayun di Banjar
Tegal Singaraja
Tentang ini tidak ada sesuatu yang
dikenal dalam tradisi keturunan. Juga dengan nama-nama dari para dewa yang
dihormati tidak banyak dikenal. Hanya satu-satunya hubungan dapat dipastikan
adalah dengan terkaitannya dengan kebersejarahan legendaris dari Raja dan
Pahlawan Buleleng Panji Sakti. Dengan Raja Panji Sakti inilah dihubungkan
terkaitan salah satu atribut terpenting Pura itu, yakni keris yang dihormati. Selanjutnya merupakan keharusan, bahwa
sesudah berlakunya restorasi / perbaikan Pura itu, setiap penyelenggaraan
kegiatan keagamaan bagi benda keramat dan setiap pelinggih di Pura itu ada
kehadiran keturunan dari Panji Skati (Ngajengin),
untuk melaksanakan tindak simbolisnya. Lebih lanjut keistimewaan ini juga
berlaku bagi benda-benda sakral yang malah bagi pemerajan pribadi dan pura
keluarga besar / famili di Banjar Tegal. Selanjutnya yang terpenting adalah
gedong yang berorientasi / berkiblat ke Timur yang pemargiannya diperuntukkan
bagi Dewa Ayu Ngurah Panji, yang ada hubungan / kaitan dengan desa besar Panji
yang terletak di arah barat daya orientasi khas Buleleng : Selatan / Gunung =
Utara – Utara/laut = Selatan.
Tentang hubungan istimewa antara
pura Pemayun dan Panji Sakti tidak banyak dapat dijelaskan. Keris Panji Sakti
adalah Pajenengan (simbolis jaminan keselamatan) dari pura itu, sejenis tempat
penyimpanan yaitu dalam bentuk rumah dewa di pekarangan rumah Pemangku Pura
Pemayun itu. Hanya pada selama odalan di Pura Pemayun keris itu dihadirkan
untuk difungsikan sebagai Atribut Pura. Pajenengan berarti benda yang berasal
dari alam atas yang dituruni dan dihuni dewa (Sang Hyang Widhi Wasa) dan dari
sana Sang Hyang Widi Wasa memerintah (jeneng) juga terhitung sakral / keramat
yang dilogitimasi oleh pura atau pribadi orang. Begitulah keris Panji Sakti
dimaksudkan untuk memastikan hubungannya dengan pura-pura yang berada di desa
Panji.
2.5
Cikal Bakal Keberadaan Keris Panji Sakti di Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja
Buleleng
Tentang ini diceritakan sebagai
berikut : Betara Dalem, penamaan umum bagi Raja Klungkung mempunyai 40 (empat
puluh) pengikut dan berkelompok untuk membuatkan satu keris untuk masing-masing
mereka itu. Selaku gabungan keris-keris itu dinamakan : Cacaran Sangket. Cacaran bermakna pembagian, bagian, saham. Sangket
artinya : kait, jangkar (pancing) dan sekaligus nama/sebutan dari pamor/patron
keris tertentu. Selanjutnya setiap keris mengundang masing-masing nama
tersendiri. Umpama : Mundarang Cacaran,
nama ini diperoleh dari salah seorang pelayan Galuh Daha, putri dari kerajaan Kediri dari cerita-cerita Panji dan
pelayan pengikut itu bernama Kebo
Mundarang. Dengan cara ini, maka seluruh keris itu memperoleh nama sejarah
dari vakal-vakal terkenal itu. Namun dinyatakan bahwa keris tersohor dari Panji
Sakti bernama : I Baru Semang. Tatkala 40 keris itu selesai pembuatannya dan
selanjutnya Betara Dalam melangkah ke
pembagiannya maka ke 40 pelayanan / parekan kebagian namun masih tersisa satu
keris lagi. Semua keris kembali dihitung dan menerbitkan kekesanan bagi setiap
orang, bahwa jumlah 40 tidak mengalami kelebihan. Sekali lagi dibagikan dan
lagi-lagi tersisa satu keris. Apapun dilakukan secara melelahkan,
misteri/teka-teki ini tidak terpecahkan. Selanjutnya Batara Dalem menghadiahkan
keris yang tersisa itu kepada Panji Sakti yang menikmati pendidikan di istana
Klungkung dan yang masih bernama I Barak, yaitu si Merah. Dengan keris ini
didekat desa Panji terbunuh seorang tertentu bernama Ngakan Gendis. Tentang episode ini tidak ada cerita lebih lanjut.
Dengan cara ini jadinya memang ada hubungan antara Pura Pemayun dan dinasti
kerajaan Klungkung selaku pempribadian dari tradisi
Jawa-Bali.
2.6 Kelompok Pemujaan Pada Pura Pemayun
Kelompok pemujaan pada Pura Pemayun
dibentuk oleh anggota Banjar Tegal,
yang diatur pada satu organisasi lingkungan. Tidak terdapat data mengenai asal
usul kelompok, namun tidak mungkin didasarkan atas kelompok keturunan karena
terdapat tiga kelompok kasta yang lebih tinggi dan kasta yang lebih rendah
sebagai anggotanya.
Tampaknya tidak terlalu berlebihan
untuk menganggap bahwa Pura Pemayun sebelumnya merupakan suatu pura panti,
walaupun tidak terdapat pengetahui tentang hal tersebut di antara anggota
banjar. Karakter sebuah pura panti sangat jelas pada daerah Karangasem di mana
hal ini merujuk pada perkembangan menuju pura puseh, disucikan oleh orang-orang
yang membangun desa baru dalam daerah suatu desa yang telah ada tanpa
menyangkal hak-hak dari desa induk daerah tersebut.
Hal ini dapat dijelaskan oleh
sebuah contoh. Di daerah Desa Selat terdapat lima desa anak yaitu Santi,
Sebudi, Sogra, Persana, dan Tegeh. Kelima desa ini berbeda dengan desa induk,
desa pemunder, dengan istilah desa pedasan.
Pedasan dimengerti sebagai desa
kecil, tempat pemukiman yang baru. Pemunder
merupakan batas daerah yang masih dalam kekuasaan desa induk. Pedasan selat bukanlah banjar, karena mereka tidak
berasal dari kelompok pemujaan yang sama dengan desa induknya. Malahan adat dan
organisasi pura masing-masing pedasan
menunjukkan perbedaan yang penting dari yang ada di desa induk dan pedasan lainnya. Akibatnya pedasan cukup berbeda dari banjar
(terdapat tujuh di desa induk), yang juga memainkan peran dalam organisasi
internal pedasan itu sendiri.
Sebagai dasar dari data ini pura panti dapat didefinisikan sebagai tempat
pemujaan yang didirikan oleh komunitas pertanian yang lebih dulu dominan yang
telah menjaga kepentingan sosial dan religius di atasnya. Pemujaan terhadap
dewa-dewa di dunia yang lebih tinggi terlihat pada adanya altar di areal dalam
pura ; areal depan, di mana patokan dan bale pemaksan berdiri, memiliki
pendekatan yang signifikan terhadap lingkungan banjar. Dengan cara yang sama
pura panti dapat dipertimbangkan sebagai pura puseh yang masih dalam
perkembangan, dimana kelompok pemujaan panti, pemaksan dapat dilihat sebagai
embrio suatu desa.
Sebagaimana telah disebutkah, pura
panti terkadang disebut pura pemaksan atau pura penataran, kombinasi dari tiga
istilah ini seperti pura pemaksan, panti atau pura penataran panti juga terjadi.
Pemaksan, secara harfiah berarti perkumpulan, merujuk pada perkumpulan dari
para petani. Kelompok-kelompok agraris berfungsi sebagai perkumpulan pemujaan
untuk pura-pura khusus di seluruh pulau. Tempat suci agraris yang terpenting
adalah pura subak, pura perkumpulan
irigasi, namun terdapat pula pura untuk pertanian tanah kering yang disebut
sebagai pura pebiyanan dan pura benua, yang dapat ditemukan di Jembrana
dan tempat lainnya.
Pura Pemayun terdapat alasan untuk
mempercayai bahwa pura ini telah berkembang dari pura panti. Untuk alasan
historis dan geografis, saat banjar dibentuk, pemujaan terhadap tempat suci
yang ada di dalamnya ini menjadi tugas yang dipercayakan kepadanya.
Bersama dengan hipotesis ini adalah
kenyataan bahwa berdirinya banjar Tegal mengarah pada pendirian desa kecil di
tengah perkebunan dan tanah kering. Terdapat, bagaimanapun juga, perbedaan
dengan pedasan di desa Selat. Di
pembangunan pedasan saat ini merupakan
satu desa lengkap yang hanya harus mematuhi hak-hak tertentu yang diberlakukan
oleh desa induk, sementara kelompok pemujaan di Pura Pemayun merupakan banjar
yang membentuk bagian dari komunitas pemujaan dari desa Buleleng dengan
menghormati tiga pura desa lain. Juga dalam kasus Banjar Tegal, bagaimanapun
juga, mermperhatikan magis setempat merupakan masalah yang terutama melibatkan
desa sebagai satu kesatuan dimana desa yang memimpin perayaan Nyepi.
2.7 Pemaksan dan Pesaren
Sebagaimana kasus dari pura-pura besar
di Buleleng, di dalam kelompok pemujaan Pura Pemayun terdapat kelompok-kelompok
yang lebih kecil yang bertujuan untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam
bidang keagamaan dibandingkan dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok ini
terdiri dari dua kelompok yang bekerja sama secara dekat, satu untuk pria dan
satu untuk wanita, yang mengembangkan minat-minat keagamaan dan mengurus pura.
Kelompok pria disebut pemaksan dan
yang wanita pesaren (istilah kerama pura juga dipergunakan untuk
kelompok pria). Seseorang bergabung dengan pemaksan
atau pesaren bisa karena memenuhi
janji sebelumnya atau melanjutkan tradisi keluarganya.
Terdapat pura lima belas orang dari luar
banjar Tegal yang menjadi pemaksan atau pesaren karena alasan tertentu. Mereka adalah orang-orang yang
sebelumnya menderita sakit atau kesialan kemudian mendapatkan harapan bahwa
keadaan mereka akan menjadi lebih baik jika ikut serta di Pura Pemayun.
Kebiasaan untuk mengambil pemenuhan kewajiban religius sebagai pemecahan
masalah ini cukup tersebar di Bali. Dikatakan bahwa alasan dari orang-orang
yang mengalami kesialan adalah karena dewa-dewa dari beberapa tempat suci
menganggap bahwa mereka adalah pengikut yang tidak melakukan persembahan, dan
tidak menyadari kesalahan mereka. Melalui perjalanan dari satu pura ke pura
lain mreka berusaha untuk mengetahui apa yang belum merkea penuhi dan pada dewa
yang mana.
Jumlah anggota pemaksan dan pesaren
tentu saja tidak tetap, pada saat tulisan ini dibuat terdapat dua kelompok
orang wanita dan enam puluh orang pria. Hal ini terjadi berulang-ulang saat
anggota pesaren menikah, meninggalkan
keanggotaannya, berjanji bahwa jika diijinkan anak mereka yang akan
menggantikan.
Setiap bulan purnama, pesaren dan pemaksan berkumpul untuk pertemuan di Pura Pemayun. Pertemuan ini
biasanya dilakukan menjelang siang hari. Pesaren
berkumpul di bale panggenem
sementara pemaksan di bale pegongan, bangunan dimana gamelan
diletakkan selama upacara persembahan.
Sebagai tanda bahwa waktu pertemuan
telah datang, kelihanpemaksan
membunyikan tanda dengan kulkul
secara berulang-ulang. Jika semua telah hadir dan pesayan telah dipersembahkan kepada dewa di bale paruman dan kemudian dibagikan kepada
yang hadir, diskusi dimulai. Pesayan, apa
yang harus dibawa oleh saya terdiri
atas pinang yang dibentuk sedemikian rupa.
Topik utama yang dibicarakan dalam
pertemuan adalah ukuran-ukuran dalam hubungannya dengan upacara perembahan dan
perawatan pura. Pada saat yang bersamaan bunga untuk pinjaman ditentukan
terhadap anggota dari dana pemaksan
atau pesaren yang dikumpulkan oleh kelian.
Aktivitas pemaksan dan pesaren
terlihat pada upacara pura. Membuat dan menempatkan hiasan, mengatur
persembahan, dan mengatur lampu merupakan tugas yang dilakukan oleh kelompok
itu. Para perantara yang dipergunakan
sepanjang kegiatan ritual penting juga diambil berdasarkan peringatan mereka,
dan mereka muncul dalam pertunjukkan tarian ritual. Biaya upacara
persembahan juga jatuh pada pemaksan danpesaren walaupun persembahan yang kecil dan tidak mahal dibuat
secara teratur pada hari-hari tertentu disediakan oleh pemangku.
2.8 Awig-awig Pura
Pemayun Banjar Tegal Singaraja
Awig-awig Pura Pemayun Banjar Tegal
Singaraja sangat banyak sekitar 16 Palet, peneliti hanya mengambil beberapa
Palet yaitu :
Pelet 1 (Aran Lan Wawidangan)
Pawos 1
Awig-awig lan Wawidangan
(1) Awig-awig
puniki kewastanin “Awig-awig Sima Pakretan Krama Pura Pemayun”
(2) Kawentenane
ring wewidangan Banjar Adat Banjar Tegal Kelurahan Banjar Tegal.
(3) Wates-wates
wewidangan Pura Pemayun inggih punika :
·
Sisi Kangin : Margi Alit RT 8
·
Sisi Kaja : Tanah Duwe kulawarga Pan
Karianing
·
Sisi Kauh : Tanah Duwe kuluwarga Putu
Sumenasa
·
Sisi Kelod : Sanggah kuluwarga Putu
Puja lan Pemedal Pura
/gang RT-X rauh ke margine ageng.
DWITYA SARGAH
PALET II
PAMIKUKUH LAN PATITIS
Pawos 2
Indik Pamikukuh Lan Patitis
(1) Awig-awig
Sima Pakretan Krama Pura Pemayun puniki ngamanggehang pamikukuh
a. Pancasila
b. Undang-Undang
Dasar 1945
c. Tri
Hita Karana
d. Awig-awig
Desa Adat Buleleng
e. Awig-awig
Sima Praketan Makrama ring Pura Pemayun sane rihin
f. Perda
Propinsi Daerah Tingkat I Bali No. 6 Tahun 1986
(2) Luir
Patitis Awig-awig Sima Pakretan Krama Pura Pemayun puniki minekadi :
a. Ngukuhang
miewah ngarajegang srada bakti meagama Hindu
b. Mucukang
tata sukertaning meagama
c. Ngarajegang
kasukertan prakaman Pura Pemayun Desa Dinas / Banjar Adat saha Parhyangan,
Pawongan, Palemahan ring sekala lan niskala
2.9 Denah Pura Pemayun
(terlampir)
2.10 Metode Penelitian
Disini peneliti menggunakan metode
penelitian dengan metode wawancara yaitu
dengan Bapak Nyoman Gelgel, S.Pd. beliau salah satu pengempon pura di
Pura Pemayun Banjar Tegal. Disamping wawancara beliau juga memberikan beberapa
buku pegangan yang beliau punya tentang Pura Pemayun di Banjar Tegal. Dari
beliaulah peneliti dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pura Pemayun
Banjar Adat Banjar Tegal Singaraja”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pura Pemayun terletak di
tengah-tengah Banjar Tegal, di
sebelahnya terdapat pegunungan. Sebelah selatan adalah sisi kaja daerah pemukiman. Arah utama pura
menuju ke Timur, namun sebelas dari lima belas altar menghadap kaja. Tanah pura terdiri atas bagian
depan dan dalam. Gerbang pemisah memberi akses ke bagian pertama tempat suci,
dan gerbang yang tertutup ke bagian keduanya. Di bagian timur bagian depan, di
dalam tembok yang terpisah, terdapat dua bangunan kecil yang dipergunakan
sebagai dapur, dan paon jambangan,
tungku dimana penggorengan yang besar dipergunakan, di sudut barat daya bagian
depan juga berfungsi sebagai dapur. Para pria menyiapkan piring-piring daging
di bale pebatan.
3.2 Saran
Peneliti berharap agar penelitian
yang akan datang waktunya lebih lama lagi karena peneliti dalam mengerjakan
tugas kekurangan waktu sehingga data-data yang diperoleh belumlah sempurna.