Senin, 10 Desember 2012

PENELITIAN TENTANG PURA PEMAYUN


INI MASIH KONSEP (BELUM FINAL)

KATA PENGANTAR



Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas kehendaknya saya dapat menyelesaikan makalah penelitian yang berjudul “Pura Pemayun Banjar Adat Banjar Tegal Singaraja” ini dengan tepat waktu. Dan yang telah saya susun sedemikian rupa.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada :
1.      Bapak Dewa Sucita, selaku dosen yang telah membimbing dan memberikan tugas kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu.
2.      Bapak Nyoman Gelgel, S.Pd, selaku pengempon Pura Pemayun yang telah banyak memberikan informasi mengenai keadaan pura dan telah memberikan data-data yang saya perlukan.
            Akhir kata, saya mengucapkan terimakasih pada semua yang telah membaca makalah penelitian yang saya kerjakan. Saya menyadari bahwa isi dari makalah penelitian yang saya buat belum sempurna, karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca akan saya terima dengan senang hati, guna menyempurnakan tugas yang akan saya buat selanjutnya.

 
Singaraja,10 Desember 2012
Peneliti

Made Dewi Ariani




 
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .................................................................................    i
DAFTAR ISI ...............................................................................................    ii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................    1
            1.1 Latar Belakang ..........................................................................    1
            1.2 Rumusan Masalah .....................................................................     2
            1.3 Tujuan .......................................................................................    2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................   3
            2.1 Lokasi Penelitian ........................................................................   3
            2.2 Keadaan Penduduk Desa Adat Banjar Tegal ..............................  3
            2.3 Mata Pencaharian ......................................................................  4
            2.4 Cikal Bakal Keberadaan  Pura Pemayun di Banjar Tegal ............   4
            2.5 Cikal Bakal Keberadaan Keris Panji Sakti di Pura Pemayun
                 Banjar Tegal Singaraja ...............................................................   5
            2.6 Kelompok Pemujaan Pada Pura Pemayun ................................   6
            2.7 Pemaksan dan Pesaren ...........................................................    8
            2.8 Awig-awig Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja ..................    10
            2.9 Denah Pura Pemayun (terlampir) ............................................... 11
            2.10 Metode Penelitian .................................................................  11
BAB III PENUTUP ................................................................................   12
            3.1 Kesimpulan ..........................................................................    12
            3.2 Saran ....................................................................................   12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Pura Pemayun terletak di tengah-tengah Banjar Tegal, di sebelahnya terdapat pegunungan. Sebelah selatan adalah sisi kaja daerah pemukiman. Arah utama pura menuju ke Timur, namun sebelas dari lima belas altar menghadap kaja. Tanah pura terdiri atas bagian depan dan dalam. Gerbang pemisah memberi akses ke bagian pertama tempat suci, dan gerbang yang tertutup ke bagian keduanya. Di bagian timur bagian depan, di dalam tembok yang terpisah, terdapat dua bangunan kecil yang dipergunakan sebagai dapur, dan paon jambangan, tungku dimana penggorengan yang besar dipergunakan, di sudut barat daya bagian depan juga berfungsi sebagai dapur. Para pria menyiapkan piring-piring daging di bale pebatan.
Perlu dicatat adalah tempat persembahan pada gerbang sampai bagian dalam ditujukan bagi Ratu Ngurah Demang dan Ratu Ngurah Demung. Kedua tempat tersebut tidak berbeda baik bentuk maupun tempat secara khusus dengan tempat penjaga gerbang yang dapat ditemukan dimana saja. Bagaimanapun, yang dimaksud dengan Ratu Demang dan Ratu Demung tidak pernah ada catatan tertulis tentangnya. Menurut Van Der Tuuk demang dan demung adalah petugas dari penguasa yang diberikan wewenang untuk menahan para kriminal. Jika berdasarkan atas definisi ini Ratu Demang dan Demung dapat dipercaya sebagai pelayan, pengikut, dan kepercayaan dari dewa di pura, sebuah perbandingan yang dapat dipergunakan sebagai contoh adalah dengan jero nyoman atau jero wayan yang bisa dijumpai pada banyak pura di Tabanan dan dewa-dewa penulisan di Pura Tegeh Koripan di Sukawana, dan banyak pura di bagian atas Bangli yang memiliki tugas untuk menjadi dewa perantara Tuhan dan manusia.

 
1.2     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Cikal Bakal Keberadaan Pura Pemayun di Banjar Tegal Singaraja!
2.      Bagaimana Cikal Bakal Keberadaan Keris Panji Sakti di Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja Buleleng !
3.      Siapa saja kelompok Pemujaan pada Pura Pemayun ?
4.      Apa yang dimaksud dengan Pemaksan dan Pesaren ?
5.      Apa saja awig-awig pada Pura Pemayun tersebut !


1.3     Tujuan
1.      Untuk mengetahui cikal bakal keberadaan Pura Pemayun di Banjar Tegal
2.      Untuk mengetahui cikal bakal keberadaan Keris Panji Sakti di Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja Buleleng
3.      Untuk mengetahui kelompok pemujaan pada Pura Pemayun
4.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pemaksan dan Pesaren
5.      Untuk mengetahui awig-awig yang dibuat pada Pura Pemayun tersebut.

 BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Lokasi Penelitian
Peneliti memilih  lokasi di Pura Pemayun di Banjar Tegal, Kabupaten Buleleng. Terutama adalah karena banjar ini dianggap salah satu banjar yang terpenting dalam wilayah desa, dan juga karena banjar ini terletak menyendiri dan batas-batasnya tegas di sebelah barat daya kota. Di samping itu karena Banjar Tegal merupakan tempat dimana peneliti dilahirkan.

2.2 Keadaan Penduduk Desa Adat Banjar Tegal.
Setiap orang yang tinggal dalam batas wilayan banjar dianggap sebagai anggota banjar. Batasan hanya meliputi bangunan rumah, dan orang yang tinggal dalam pondokan di tengah ladang bebas untuk menjadi anggota banjar atau tidak dan boleh memilih banjar mana yang akan mereka ikuti. Wilayah banjar, dengan demikian, dibatasi pada desa perumahan. Unit dasar sistem keuangan banjar adalah  orang yang telah menikah : terdapat nilai yang berbeda untuk janda, duda, dan orang yang belum menikah.
Kewajiban anggota banjar dibagi menjadi kewajiban banjar dan pelayanan desa. Pelayanan desa harus dilakukan dengan kelompok pemujaan yang dibentuk oleh seluruh desa Buleleng, dan diajukan untuk mengurus Pura Bale Agung, Pura Dalem dan Pura Laut (segara). Semua banjar di desa Buleleng turut ambil bagian dalam pemujaan di ketiga pura ini.
Iuran dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi untuk desa dibagi pada seluruh banjar oleh kelian desa. Banjar memberikan kontribusi keuangan berdasarkan jumlah anggotanya; dan tugas tertentu untuk suatu pekerjaan.
Pemimpin banjar adalah penyarikan banjar yang juga disebut kelian banjar dalam fungsinya sebagai wakil dari penguasa yang lebih tinggi. Pada beberapa banjar disebut sebagai kelian manca jika dia merupakan anggota dari satu dari tiga kasta yang lebih tinggi. Penyarikan banjar yang baru dipilih pada pertemuan banjar dipimpin oleh kepala distrik.
Aktivitas penyarikan banjar berkaitan dengan perawatan jalan dan gang desa, tanah kuburan, dan bangunan kelompok banjar, bale banjar, dia juga mengawasi keuangan banjar, yang diperoleh dari sewa tahunan kebun kelapa dan tanah alang-alang di dekatnya. Tanah banjar disewakan pada penyewa tertinggi, yang kemudian mengusahakan panen kelapa dan alang-alang, yang digunakan untuk atap. Pada masa awal, banjar memberlakukan retribusi masuk yang juga diatur oleh penyarikan; saat ini retribusi masuk tidak lagi diberlakukan. Kontribusi, juga tidak diketahui, dan satu-satunya sumber dana lain untuk kekayaan banjar adalah dari bunga pinjaman, dana yang diperoleh dari pungutan untuk keperluan lain, dan pendapatan dari denda yang dikenakan pada anggota yang tidak memenuhi kewajiban. Untuk dapat mengatur secara baik, penyarikan menyimpan daftar seluruh anggota banjar.

2.3 Mata Pencaharian
Di Banjar Adat Banjar Tegal mata pencaharian penduduknya berbeda-beda yaitu : ada sebagai pedagang, pegawai, pertukangan, petani dan lain sebagainya yang dapat menghasilkan dan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya masing-masing.

2.4  Cikal Bakal Keberadaan Pura Pemayun di Banjar Tegal Singaraja
Tentang ini tidak ada sesuatu yang dikenal dalam tradisi keturunan. Juga dengan nama-nama dari para dewa yang dihormati tidak banyak dikenal. Hanya satu-satunya hubungan dapat dipastikan adalah dengan terkaitannya dengan kebersejarahan legendaris dari Raja dan Pahlawan Buleleng Panji Sakti. Dengan Raja Panji Sakti inilah dihubungkan terkaitan salah satu atribut terpenting Pura itu, yakni keris yang dihormati. Selanjutnya merupakan keharusan, bahwa sesudah berlakunya restorasi / perbaikan Pura itu, setiap penyelenggaraan kegiatan keagamaan bagi benda keramat dan setiap pelinggih di Pura itu ada kehadiran keturunan dari Panji Skati (Ngajengin), untuk melaksanakan tindak simbolisnya. Lebih lanjut keistimewaan ini juga berlaku bagi benda-benda sakral yang malah bagi pemerajan pribadi dan pura keluarga besar / famili di Banjar Tegal. Selanjutnya yang terpenting adalah gedong yang berorientasi / berkiblat ke Timur yang pemargiannya diperuntukkan bagi Dewa Ayu Ngurah Panji, yang ada hubungan / kaitan dengan desa besar Panji yang terletak di arah barat daya orientasi khas Buleleng : Selatan / Gunung = Utara – Utara/laut = Selatan.
Tentang hubungan istimewa antara pura Pemayun dan Panji Sakti tidak banyak dapat dijelaskan. Keris Panji Sakti adalah Pajenengan (simbolis jaminan keselamatan) dari pura itu, sejenis tempat penyimpanan yaitu dalam bentuk rumah dewa di pekarangan rumah Pemangku Pura Pemayun itu. Hanya pada selama odalan di Pura Pemayun keris itu dihadirkan untuk difungsikan sebagai Atribut Pura. Pajenengan berarti benda yang berasal dari alam atas yang dituruni dan dihuni dewa (Sang Hyang Widhi Wasa) dan dari sana Sang Hyang Widi Wasa memerintah (jeneng) juga terhitung sakral / keramat yang dilogitimasi oleh pura atau pribadi orang. Begitulah keris Panji Sakti dimaksudkan untuk memastikan hubungannya dengan pura-pura yang berada di desa Panji.

2.5 Cikal Bakal Keberadaan Keris Panji Sakti di Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja Buleleng
Tentang ini diceritakan sebagai berikut : Betara Dalem, penamaan umum bagi Raja Klungkung mempunyai 40 (empat puluh) pengikut dan berkelompok untuk membuatkan satu keris untuk masing-masing mereka itu. Selaku gabungan keris-keris itu dinamakan : Cacaran Sangket. Cacaran bermakna pembagian, bagian, saham. Sangket artinya : kait, jangkar (pancing) dan sekaligus nama/sebutan dari pamor/patron keris tertentu. Selanjutnya setiap keris mengundang masing-masing nama tersendiri. Umpama : Mundarang Cacaran, nama ini diperoleh dari salah seorang pelayan Galuh Daha, putri dari kerajaan Kediri dari cerita-cerita Panji dan pelayan pengikut itu bernama Kebo Mundarang. Dengan cara ini, maka seluruh keris itu memperoleh nama sejarah dari vakal-vakal terkenal itu. Namun dinyatakan bahwa keris tersohor dari Panji Sakti bernama : I Baru Semang. Tatkala 40 keris itu selesai pembuatannya dan selanjutnya Betara Dalam melangkah ke pembagiannya maka ke 40 pelayanan / parekan kebagian namun masih tersisa satu keris lagi. Semua keris kembali dihitung dan menerbitkan kekesanan bagi setiap orang, bahwa jumlah 40 tidak mengalami kelebihan. Sekali lagi dibagikan dan lagi-lagi tersisa satu keris. Apapun dilakukan secara melelahkan, misteri/teka-teki ini tidak terpecahkan. Selanjutnya Batara Dalem menghadiahkan keris yang tersisa itu kepada Panji Sakti yang menikmati pendidikan di istana Klungkung dan yang masih bernama I Barak, yaitu si Merah. Dengan keris ini didekat desa Panji terbunuh seorang tertentu bernama Ngakan Gendis. Tentang episode ini tidak ada cerita lebih lanjut. Dengan cara ini jadinya memang ada hubungan antara Pura Pemayun dan dinasti kerajaan Klungkung selaku pempribadian dari tradisi Jawa-Bali.

2.6  Kelompok Pemujaan Pada Pura Pemayun
Kelompok pemujaan pada Pura Pemayun dibentuk oleh anggota Banjar Tegal, yang diatur pada satu organisasi lingkungan. Tidak terdapat data mengenai asal usul kelompok, namun tidak mungkin didasarkan atas kelompok keturunan karena terdapat tiga kelompok kasta yang lebih tinggi dan kasta yang lebih rendah sebagai anggotanya.
Tampaknya tidak terlalu berlebihan untuk menganggap bahwa Pura Pemayun sebelumnya merupakan suatu pura panti, walaupun tidak terdapat pengetahui tentang hal tersebut di antara anggota banjar. Karakter sebuah pura panti sangat jelas pada daerah Karangasem di mana hal ini merujuk pada perkembangan menuju pura puseh, disucikan oleh orang-orang yang membangun desa baru dalam daerah suatu desa yang telah ada tanpa menyangkal hak-hak dari desa induk daerah tersebut.
Hal ini dapat dijelaskan oleh sebuah contoh. Di daerah Desa Selat terdapat lima desa anak yaitu Santi, Sebudi, Sogra, Persana, dan Tegeh. Kelima desa ini berbeda dengan desa induk, desa pemunder, dengan istilah desa pedasan. Pedasan dimengerti sebagai desa kecil, tempat pemukiman yang baru. Pemunder merupakan batas daerah yang masih dalam kekuasaan desa induk. Pedasan selat bukanlah banjar, karena mereka tidak berasal dari kelompok pemujaan yang sama dengan desa induknya. Malahan adat dan organisasi pura masing-masing pedasan menunjukkan perbedaan yang penting dari yang ada di desa induk dan pedasan lainnya. Akibatnya pedasan cukup berbeda dari banjar (terdapat tujuh di desa induk), yang juga memainkan peran dalam organisasi internal pedasan itu sendiri.
Sebagai dasar dari data ini pura panti dapat didefinisikan sebagai tempat pemujaan yang didirikan oleh komunitas pertanian yang lebih dulu dominan yang telah menjaga kepentingan sosial dan religius di atasnya. Pemujaan terhadap dewa-dewa di dunia yang lebih tinggi terlihat pada adanya altar di areal dalam pura ; areal depan, di mana patokan dan bale pemaksan berdiri, memiliki pendekatan yang signifikan terhadap lingkungan banjar. Dengan cara yang sama pura panti dapat dipertimbangkan sebagai pura puseh yang masih dalam perkembangan, dimana kelompok pemujaan panti, pemaksan dapat dilihat sebagai embrio suatu desa.
Sebagaimana telah disebutkah, pura panti terkadang disebut pura pemaksan atau pura penataran, kombinasi dari tiga istilah ini seperti pura pemaksan, panti atau pura penataran panti juga terjadi. Pemaksan, secara harfiah berarti perkumpulan, merujuk pada perkumpulan dari para petani. Kelompok-kelompok agraris berfungsi sebagai perkumpulan pemujaan untuk pura-pura khusus di seluruh pulau. Tempat suci agraris yang terpenting adalah pura subak, pura perkumpulan irigasi, namun terdapat pula pura untuk pertanian tanah kering yang disebut sebagai pura pebiyanan dan pura benua, yang dapat ditemukan di Jembrana dan tempat lainnya. 
Pura Pemayun terdapat alasan untuk mempercayai bahwa pura ini telah berkembang dari pura panti. Untuk alasan historis dan geografis, saat banjar dibentuk, pemujaan terhadap tempat suci yang ada di dalamnya ini menjadi tugas yang dipercayakan kepadanya.
Bersama dengan hipotesis ini adalah kenyataan bahwa berdirinya banjar Tegal mengarah pada pendirian desa kecil di tengah perkebunan dan tanah kering. Terdapat, bagaimanapun juga, perbedaan dengan pedasan di desa Selat. Di pembangunan pedasan saat ini merupakan satu desa lengkap yang hanya harus mematuhi hak-hak tertentu yang diberlakukan oleh desa induk, sementara kelompok pemujaan di Pura Pemayun merupakan banjar yang membentuk bagian dari komunitas pemujaan dari desa Buleleng dengan menghormati tiga pura desa lain. Juga dalam kasus Banjar Tegal, bagaimanapun juga, mermperhatikan magis setempat merupakan masalah yang terutama melibatkan desa sebagai satu kesatuan dimana desa yang memimpin perayaan Nyepi.

2.7  Pemaksan dan Pesaren
Sebagaimana kasus dari pura-pura besar di Buleleng, di dalam kelompok pemujaan Pura Pemayun terdapat kelompok-kelompok yang lebih kecil yang bertujuan untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam bidang keagamaan dibandingkan dengan yang lainnya. Kelompok-kelompok ini terdiri dari dua kelompok yang bekerja sama secara dekat, satu untuk pria dan satu untuk wanita, yang mengembangkan minat-minat keagamaan dan mengurus pura. Kelompok pria disebut pemaksan dan yang wanita pesaren (istilah kerama pura juga dipergunakan untuk kelompok pria). Seseorang bergabung dengan pemaksan atau pesaren bisa karena memenuhi janji sebelumnya atau melanjutkan tradisi keluarganya.
Terdapat pura lima belas orang dari luar banjar Tegal yang menjadi pemaksan atau pesaren karena alasan tertentu. Mereka adalah orang-orang yang sebelumnya menderita sakit atau kesialan kemudian mendapatkan harapan bahwa keadaan mereka akan menjadi lebih baik jika ikut serta di Pura Pemayun. Kebiasaan untuk mengambil pemenuhan kewajiban religius sebagai pemecahan masalah ini cukup tersebar di Bali. Dikatakan bahwa alasan dari orang-orang yang mengalami kesialan adalah karena dewa-dewa dari beberapa tempat suci menganggap bahwa mereka adalah pengikut yang tidak melakukan persembahan, dan tidak menyadari kesalahan mereka. Melalui perjalanan dari satu pura ke pura lain mreka berusaha untuk mengetahui apa yang belum merkea penuhi dan pada dewa yang mana.
Jumlah anggota pemaksan dan pesaren tentu saja tidak tetap, pada saat tulisan ini dibuat terdapat dua kelompok orang wanita dan enam puluh orang pria. Hal ini terjadi berulang-ulang saat anggota pesaren menikah, meninggalkan keanggotaannya, berjanji bahwa jika diijinkan anak mereka yang akan menggantikan.
Setiap bulan purnama, pesaren dan pemaksan berkumpul untuk pertemuan di Pura Pemayun. Pertemuan ini biasanya dilakukan menjelang siang hari. Pesaren berkumpul di bale panggenem sementara pemaksan di bale pegongan, bangunan dimana gamelan diletakkan selama upacara persembahan.
Sebagai tanda bahwa waktu pertemuan telah datang, kelihanpemaksan membunyikan tanda dengan kulkul secara berulang-ulang. Jika semua telah hadir dan pesayan telah dipersembahkan kepada dewa di bale paruman dan kemudian dibagikan kepada yang hadir, diskusi dimulai. Pesayan, apa yang harus dibawa oleh saya terdiri atas pinang yang dibentuk sedemikian rupa.
Topik utama yang dibicarakan dalam pertemuan adalah ukuran-ukuran dalam hubungannya dengan upacara perembahan dan perawatan pura. Pada saat yang bersamaan bunga untuk pinjaman ditentukan terhadap anggota dari dana pemaksan atau pesaren yang dikumpulkan oleh kelian.
Aktivitas pemaksan dan pesaren terlihat pada upacara pura. Membuat dan menempatkan hiasan, mengatur persembahan, dan mengatur lampu merupakan tugas yang dilakukan oleh kelompok itu. Para perantara yang dipergunakan sepanjang kegiatan ritual penting juga diambil berdasarkan peringatan mereka, dan mereka muncul dalam pertunjukkan tarian ritual. Biaya upacara persembahan  juga jatuh pada pemaksan danpesaren walaupun persembahan yang kecil dan tidak mahal dibuat secara teratur pada hari-hari tertentu disediakan oleh pemangku.

2.8 Awig-awig Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja
Awig-awig Pura Pemayun Banjar Tegal Singaraja sangat banyak sekitar 16 Palet, peneliti hanya mengambil beberapa Palet yaitu :
Pelet 1 (Aran Lan Wawidangan)
Pawos 1
Awig-awig lan Wawidangan

(1)   Awig-awig puniki kewastanin “Awig-awig Sima Pakretan Krama Pura Pemayun”
(2)   Kawentenane ring wewidangan Banjar Adat Banjar Tegal Kelurahan  Banjar Tegal.
(3)   Wates-wates wewidangan Pura Pemayun inggih punika :
·         Sisi Kangin           : Margi Alit RT 8
·         Sisi Kaja               : Tanah Duwe kulawarga Pan Karianing
·         Sisi Kauh              : Tanah Duwe kuluwarga Putu Sumenasa
·         Sisi Kelod                        : Sanggah kuluwarga Putu Puja lan Pemedal Pura
  /gang RT-X rauh ke margine ageng.

DWITYA SARGAH
PALET II
PAMIKUKUH LAN PATITIS
Pawos 2
Indik Pamikukuh  Lan Patitis
(1)   Awig-awig Sima Pakretan Krama Pura Pemayun puniki ngamanggehang pamikukuh
a.       Pancasila
b.      Undang-Undang Dasar 1945
c.       Tri Hita Karana
d.      Awig-awig Desa Adat Buleleng
e.       Awig-awig Sima Praketan Makrama ring Pura Pemayun sane rihin
f.       Perda Propinsi Daerah Tingkat I Bali No. 6 Tahun 1986
(2)   Luir Patitis Awig-awig Sima Pakretan Krama Pura Pemayun puniki minekadi :
a.       Ngukuhang miewah ngarajegang srada bakti meagama Hindu
b.      Mucukang tata sukertaning meagama
c.       Ngarajegang kasukertan prakaman Pura Pemayun Desa Dinas / Banjar Adat saha Parhyangan, Pawongan, Palemahan ring sekala lan niskala

2.9 Denah Pura Pemayun (terlampir)

2.10 Metode Penelitian
Disini peneliti menggunakan metode penelitian dengan metode wawancara yaitu  dengan Bapak Nyoman Gelgel, S.Pd. beliau salah satu pengempon pura di Pura Pemayun Banjar Tegal. Disamping wawancara beliau juga memberikan beberapa buku pegangan yang beliau punya tentang Pura Pemayun di Banjar Tegal. Dari beliaulah peneliti dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pura Pemayun Banjar Adat Banjar Tegal Singaraja”.
 

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pura Pemayun terletak di tengah-tengah Banjar Tegal, di sebelahnya terdapat pegunungan. Sebelah selatan adalah sisi kaja daerah pemukiman. Arah utama pura menuju ke Timur, namun sebelas dari lima belas altar menghadap kaja. Tanah pura terdiri atas bagian depan dan dalam. Gerbang pemisah memberi akses ke bagian pertama tempat suci, dan gerbang yang tertutup ke bagian keduanya. Di bagian timur bagian depan, di dalam tembok yang terpisah, terdapat dua bangunan kecil yang dipergunakan sebagai dapur, dan paon jambangan, tungku dimana penggorengan yang besar dipergunakan, di sudut barat daya bagian depan juga berfungsi sebagai dapur. Para pria menyiapkan piring-piring daging di bale pebatan.

3.2  Saran
Peneliti berharap agar penelitian yang akan datang waktunya lebih lama lagi karena peneliti dalam mengerjakan tugas kekurangan waktu sehingga data-data yang diperoleh belumlah sempurna.